Dinamika Perilaku Rusuh Saat Demonstrasi

Noetis yang akan saya bahas pada tugas ini adalah adanya demonstrasi yang rusuh. Bulan lalu pemerintah menggulirkan isu akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi (premium) dari harga Rp 4500 menjadi Rp 6000 pada April 2012. Sontak saja, isu tersebut mendapat penolakan keras dari berbagai pihak mulai dari cendekiawan, partai oposisi, mahasiswa, buruh, hingga rakyat biasa.
Salah satu bentuk proset penolakan yang paling kentara dalam media dan masyarakat adalah aksi demonstrasi jalanan yang dilakukan sebagian besar oleh mahasiswa, dan juga oleh buruh, petani, buruh, hingga rakyat miskin. Dalam aksi demonstrasi massa berkumpul dalam suatu tempat yang seringkali panas dan meneriakkan suara-suara mereka berupa protes dan penolakan yang kadang-kadang menimbulkan emosi, apalagi ketika berhadapan dengan aparat.
Hal yang sering terjadi dalam demonstrasi adalah meletusnya kerusuhan dari demonstrasi yang dilakukan. Kerusuhan itu seringkali ketika berbenturan dengan aparat. Pribadi yang bergabung dalam suatu massa demonstrasi bisa dengan serentak melakukan kerusuhan dalam artian tindakan agresi serentak, menghadapi aparat ataupaun melakukan perusakan barang-barang yang ada di sekitar mereka.
Berdasarkan keterangan salah seorang peserta aksi demonstrasi yang berujung rusuh di UIN Sunan Kalijaga beberapa hari yang lalu, aksi rusuh yang mereka lakukan memang lumrah dalam sebuah aksi utnuk menarik perhatian media maupun pemerintah. Malah menurutnya aksi yang rusuh saja tidak didengarkan pemerintah, apalagi aksi yang hanya jalan-jalan santai.
Namun disisi lain ada tanggapan juga yang menyebutkan aksi rusuh di UIN Sunan Kalijaga karena terpicu dan terprovokasi oleh elemen lain yang berada di luar mahasiswa namun ada di lingkaran massa aksi mahasiswa, hal itu dibuktikan dengan adanya gambar-gambar orang dengan baju partai tertenti di tempat aksi yang rusuh. Ini menjadi tanda juga bahwa dalam aksi demonstrasi, massa akan dengan sangat mudah terprovokasi oleh pihak-pihak tertentu. Maka dalam beberapa aksi demonstrasi yang saya ikuti selalu ada teriakan untuk hati-hati provokasi dan tetap dalam satu barisan aksi.
Untuk mendapatkan noematis dari noetis di atas, kita harus melihat beberapa teori psikologi yang menjelaskan perilaku massa dalam demonstrasi. Maka dari itu untuk membahas aksi demonstrasi saya akan melihat beberapa teori psikologi massa.
Massa sendiri adalah sekumpulan banyak orang yang berkumpul dalam suatu kegiatan yang bersifat sementara. Menicke (1948) membagi massa menjadi 2 yaitu massa abstrak dan massa konkrit. Massa Abstrak adalah sekumpulan orang-orang yang sama sekali belum terikat satu kesatuan, norma, motif dan tujuan. Alasan timbulnya karena ada kejadian menarik, individu mendapat ancaman, dan kebutuhan tidak terpenuhi. Sedangkan massa konkrit adalah massa yang mempunyai ciri-ciri adanya kesatuan mind dan sikap adanya ikatan batin dan persamaan norma ada struktur yang jelas bersifat dinamis dan emosional, dan sifat massa jelas. Melihat dari teori itu massa aksi demonstrasi bisa dikatakan termasuk dalam massa konkrit.
Dalam psikologi massa juga muncul teori deindividuation oleh Festinger (1952) situasi dimana perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma muncul di dalam suatu kelompok orang dimana masing-masing orangnya merasa identitas mereka melebur dengan identitas kelompoknya. Dengan meleburnya identitas setiap orang dengan identitias kelompok massa, maka mereka akan bertindak lebih bebas karena orang-orang tersebut merasa tidak terlihat atau tidak perlu bertanggung jawab karena melakukannya bersama-sama. Ini menjelaskan bagaimana dalam sebuah aksi demonstrasi massa aksi cenderung lebih mudah untuk melakukan agresi secara serempak, karena para peserta aksi sudah terdeindividuasi, dan identitas mereka melebur dalam identitas kelompoknya, dan tindakan melanggra normanya akan lebih bebas dilakukan karena dilakukan bersama-sama massa aksi lainnya secara kelompok. Apalagi jika mendapat provokasi untuk berbuat anarkis.
Mengapa dalam aksi demonstrasi bisa dengan mudah terprovokasi, bisa dijelaskan dengan teori social contagion (penularan sosial) yang menyatakan bahwa orang akan mudah tertular perilaku orang lain dalam situasi sosial massa. mereka melakukan tindakan meniru atau imitasi. Karena itu satu tindakan ‘provokator’ dalam sebuah aksi akan memicu dan menulari kelompok aksi dalam barisna itu untuk melakukan tindakan yang sama, dalam hal ini bisa berupa aksi demonstrasi yang rusuh atau anarkis.