Pendidikan yang Membebaskan, Pendidikan Kaum Tertindas

Realitas Pendidikan di Indonesia & Penindasan

Keadaan banyak masyarakat di negeri kita masih berada pada masa kehidupan yang sulit, begitu pula kita sebagai bangsa meski sudah enam dekade kita merdeka. Pendidikan yang diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa pun dalam banyak bentuk hanya menjadi wahana transfer of knowledge belaka, dan seperti kata Freire membelenggu, karena pendidikan disetting hanya untuk memenuhi aspek kepentingan pasar, sehingga gagal menghadapi dinamika perubahan sosial yang ada dan senantiasa dipecundangi oleh kepentingan penguasa pasar.

Pada situasi inilah kita benar-benar membutuhkan pendidikan yang mampu memerdekakan dengan idealisme dan semangat juang untuk tidak mau menjadi pecundang agar dapat menularkan paradigma itu pada siswanya, penerus negeri ini di masa depan dengan pembelajaran yang dia berikan agar negeri ini tidak lagi menjadi pecundang.

Sejatinya, pendidikan adalah pembebasan pembebasan dari belenggu kemiskinan,  penindasan, dan kebodohan sehingga manusia menjadi manusia yang seutuhnya bebas merdeka merdeka dalam berpikir, bersuara, dan bertindak pendidikan adalah upaya pengenalan diri mengenal potensi diri, jalan hidup, dan tujuan hidup untuk melayani dan mengabdikan diri bagi kehidupan supaya kehadirannya di dunia ini mempunyai makna pendidikan adalah fondasi dan simbol kekuatan benteng fondasi bangunan bangsa.

Karena itu, Pendidikan yang membebaskan harus dapat membongkar penindasan yang terjadi karena sistem pendidikan yang malah mendehumanisasi manusia. Proses pendidikan kita saat ini dalam kaca mata freirean secara tidak sadar menindas dan membelenggu karena pendidikan kita makin jauh dari realitas atau ani realitas. Pendidikan kita tidaklah berangkat dari satu realitas masyarakat didalamnya, bahkan dapat dikatakan jauh dari realitas. Sebagai contoh, realitas kehidupan kita sebagian besar ada di pedesaan dan bekerja di ladang pertanian. Tetapi, kenyataan tersebut tidak digarap dengan baik di setiap jenjang pendidikan kita, baik dalam proses pembelajaran maupun dalam kegiatan riset.

Realitas ekonomi masyarakat Indonesia yang sebagian besar masih berada dalam kategori miskin dan terbelakang tidak dijadikan bahan pijakan untuk menentukan sistem pendidikan di Indonesia. Sekolah sekarang lebih mirip sebagai industri kapitalis daripada sebagai pengemban misi sosial kemanusiaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti yang tercantum dalam konstitusi bangsa

. Fungsi sekolah yang sejatinya mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, kini tak ubahnya lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan. Akibatnya, hanya kelompok elit sosial-lah yang yang mendapatkan pendidikan cukup baik. Kaum miskin menjadi kaum marjinal secara terus-menerus. Merekalah yang disebut Paulo Freire sebagai “korban penindasan”.

Proses penindasan yang sudah mewabah dalam berbagai bidang kehidupan semakin mendapat legitimasi lewat sistem dan metode pendidikan yang paternalistik, murid sebagai obyek pendidikan, intruksisional dan anti dialog. Dengan demikian, pendidikan pada kenyataannya tidak lain daripada proses pembenaran dari praktek-praktek yang melembaga. Secara ekstrim Freire menyebutkan bahwa sekolah tidak lebih dari penjinakan. Digiring kearah ketaatan bisu, dipaksa diam dan keharusannya memahami realitas diri dan dunianya sebagai kaum yang tertindas. Bagi kelompok elit sosial, kesadaran golongan tertindas membahayakan keseimbangan struktur masyarakat hierarkis piramidal. (http://www.kawanusa.co.id/news-detail.php?id=27)

 

Pendidikan Gaya Bank

Menurut Paolo Freire, mengungkapkan bahwa proses pendidikan – dalam hal ini hubungan guru-murid – di semua tingkatan identik dengan watak bercerita. Murid lebih menyerupai bejana-bejana yang akan dituangkan air (ilmu) oleh gurunya. Karenanya, pendidikan seperti ini menjadi sebuah kegiatan menabung. Murid sebagai “celengan” dan guru sebagai “penabung”. Secara lebih spesifik, Freire menguraikan beberapa ciri dari pendidikan yang disebutnya model pendidikan “gaya bank” tersebut:

  1. Guru mengajar, murid diajar.
  2. Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa.
  3. Guru berpikir, murid dipikirkan.
  4. Guru bercerita, murid mendengarkan.
  5. Guru menentukan peraturan, murid diatur.
  6. Guru memilih dan memaksakan pilihannya, murid menyetujui.
  7. Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya.
  8. Guru memilih bahan dan ini pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
  9. Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang ia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid.
  10. Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka.

(Najip, 2003)

 

Sistem Pendidikan

Proses pendidikan baik formal maupun nonformal pada dasarnya memiliki peran penting untuk melegitimasi bahkan melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada. Namun juga sebaliknya, dapat merupakan proses perubahan sosial menuju kehidupan yang lebih adil. Peran pendidikan terhadap sistem dan struktur sosial tersebut sangat bergantung pada paradigma pendidikan yang mendasarinya. Dalam Fakih (2001), dijelaskan paradigma tersebut:

  1. Paradigma Konservatif

Bagi kaum konservatif, ketidaksederajatan masyarakat merupakan suatu hukum keharusan alami, suatu hal yang mustahil dihindari (takdir), bahwa memang ada masalah di masyarakat, Tetapi bagi mereka, pendidikan tidak ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi masyarakat. Dengan keyakinan seperti itu, tugas pendidikan juga tidak ada sangkut pautnya dengan persoalan politik dan ekonomi. Karena itu paradigma pendidikan yang lebih berorientasi pada pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan sosial serta tradisi. Paradigma pendidikan konservatif sangat mengidealkan masa silam sebagai hal yang ideal dalam pendidikan.

  1. Paradigma Liberal

Kaum liberal selalu berusaha untuk menyesuaikan pendidikan dengan keadaan ekonomi dan politik di luar dunia pendidikan, dengan jalan memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pendidikan dengan usaha reformasi kosmetik. Konsep pendidikan dalam tradisi liberal berakar dari cita-cita Barat tentang individualisme. Karenanya pendidikan yang berorientasi mengarahkan peserta didik pada prilaku-prilaku personal yang efektif, dengan mengejar prestasi individual. Sehingga yang terjadi adalah persaingan individual yang akan mengarahkan peserta didik pada individualisme dan tidak melihat pendidikan sebagai proses pengembangan diri secara kolektif.

  1. Paradigma Kritis

Paradigma kritis menghendaki perubahan struktur secara fundamental dalam politik ekonomi masyarakat di mana pendidikan berada kritis dalam pendidikan melatih murid untuk mampu mengidentifikasi ‘ketidakadilan’ dalam sistem dan struktur yang ada, kemudian mampu melakukan analisis tentang proses kerja sistem dan struktur, serta bagaimana mentransformasikannya. Tugas pendidikan dalam paradigma kritis adalah menciptakan ruang dan kesempatan agar peserta pendidikan terlibat dalam suatu proses penciptaan struktur yang secara fundamental baru dan lebih baik.

Implikasi Pada Tingkat Kesadaran

Implikasi ketiga pandangan pendidikan tersebut terhadap metodologi pendekatan pendidikan dapat dilihat dari analisis Freire (1970) yang membagi ideologi pendidikan dalam tiga kerangka yang didasarkan pada kesadaran ideologi masyarakat. Proses dehumanisasi terbangun dalam kesadaran yang dibangun manusia  sendiri:

  1. Kesadaran Magis

Yaitu jenis kesadaran yang tak mampu mengkaitkan antara satu faktor dengan faktor lainnya sebagai hal yang berkaitan. Kesadaran magis lebih melihat faktor diluar kesadaran manusia sebagai penyebab dari segala kejadian. Hasil dari paradigma konservatif.

  1. Kesadaran Naif

Yaitu jenis kesadaran ini menganggap aspek manusia secara individulah yang menjadi penyebab dari akar permasalahan. Hasil dari paradigma liberal.

  1. Kesadaran Kritis

Yaitu jenis kesadaran yang melihat realitas sebagai satu kesatuan yang kompleks dan saling terkait satu sama lain. Hasil dari paradigma kritis.

(Sulaiman, 2010)

 

Pendidikan Hadap Masalah untuk Transformasi Sosial

Bagi penganut mazhab Freirean, hakekat pendidikan yang membebaskan dapat dicapai dengan dengan membangkitkan kesadaran kritis. Visi kritis pendidikan terhadap sistem yang dominan sebagai pemihakan terhadap rakyat kecil dan yang tertindas untuk mencipta sistem sosial baru dan lebih adil, selalu menjadi agenda pendidikan. Dalam perspektif kritis, pendidikan harus mampu menciptakan ruang untuk mengidentifikasi dan menganalisis secara bebas dan kritis untuk transformasi sosial. Dengan kata lain tugas utama pendidikan adalah ‘memanusiakan’ kembali manusia yang mengalami “dehumanisasi” karena sistem dan struktur yang tidak adil.

Dalam mentransformasikan gagasan tersebut menjadi metode praksis pembelajaran, khususnya secara pedagogis. Freire menawarkan bahwa sesungguhnya pendidikan semestinya dilakukan secara dialogis. Proses dialogis ini merupakan satu metode yang masuk dalam agenda besar pendidikan Paulo Freire yang disebutnya sebagai proses penyadaran (konsientisasi) atas realitas timpang yyang sedang terjadi di lingkungannya dalam hal ini disebiut pendidikan hadap masalah sebagai antitesis pendidikan gaya bank.

Pada pendidikan gaya bank, murid bisa menjadi objek yang ditentukan oleh guru, sehingga realitas menjadi jauh. Bagi Freire, guru dan murid sama-sama subjek sadar dari sebuah pendidikan, dan realitas adalah objeknya, guru hendaknya menjadi seorang fasilitator, motivator, teman, dan transformator dalam proses bersama murid secara dialogis menemukan kesadaran atas realitas dan masalah yang sebenarnya dihadapi tidak hanya menghafal materi yang sudah diciptakan, tapi memahami. Atas kesadaran bersama atas ketimpangan dan realitas itulah guru dan murid, dapat menjadi bagian dari sebuah transformasi sosial di lingkungannya.

 

Pemikiran & Praksis Pendidikan Kaum Tertindas di Indonesia

Semangat pendidikan yang membebaskan kaum tertindas tentunya memang diperlukan di negara dunia ketiga seperti Indonesia dimana ketimpangan sosial ekonomi dan pendidikan masih sangat tinggi, namun tentunya akan ada penyesuaian bagaimana konsep tersebut akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Pada kenyataannya, pemikiran mengenai pendidikan yang membebaskan juga telah jauh dikumandangakn banyak pemikir-pemikir Indonesia yang melihat kondisi masyarakat Indonesia khususnya pada masa perjuangan kemerdekaan, seperti pemikiran pendidikan Ki Hajar Dewantara & Tan Malaka, pada masa kekinian pun dimana ketimpangan masih terjadi pendidikan-pendidikan alternatif juga bermunculan untuk membebaskan pendidikan dari belenggu penindasa.

  1. 1.      Ki Hajar Dewantara & Perguruan Taman Siswa

Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa (Perguruan Nasional Tamansiswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan.

Tamansiswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.

Tamansiswa anti intelektualisme; artinya siapa pun tidak boleh hanya mengagungkan kecerdasan dengan mengabaikan faktor-faktor lainnya. Tamansiswa mengajarkan azas keseimbangan (balancing), yaitu antara intelektualitas di satu sisi dan personalitas di sisi yang lain. Maksudnya agar setiap anak didik itu berkembang kecerdasan dan kepribadiannya secara seimbang.

Tujuan pendidikan Tamansiswa adalah membangun anak didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya.

Pendidikan Tamansiswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan. Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tutwuri Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi baru disebut student centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik.

Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat setiap orang).

 

  1. 2.      Tan Malaka & Sarekat Islam School

Sarekat Islam (SI) School didirikan Tan Malaka pada tahun 92. Berdirinya SI School pada masa menentang kolonial Belanda memiliki maksud memberikan pendidikan alternatif atas pendidikan Belanda di negeri ini atas dasar politik etis yang tidak sesuai realitas dan menindas. Landasan pemikiran Tan Malaka adalah: Kekuasaan Kaum Modal Berdiri atas didikan yang berdasar kemodalan dan Kekuasaan Rakyat hanyalah bisa diperoleh dengan didikan kerakyatan. Tujuan Sekolah ini seperti tercantum dalam buku Tan Malaka SI Semarang dan Onderwijs (1921):

  1. Memberi senjata cukup, buat pencari penghidupan dalam dunia kemodalan (berhitung, menulis, ilmu bumi, bahasa Belanda, Jawa, Melayu, dsb).
  2. Memberi Haknya murid-murid, yakni kesukaan hidup, dengan jalan pergaulan (verenniging)/organisasi.
  3. Menunjukan kewajiban kelak, terhadap pada berjuta-juta Kaum Kromo. Bahwa, murid-murid kita kelak jangan hendaknya lupa pada berjuta-juta Kaum Kromo, yang hidup dalam kemelaratan dan kegelapan. Bukanlah seperti pemuda-pemuda yang keluar dari sekolah-sekolah biasa (Gouvernement) campur lupa dan menghina bangsa sendiri.

Metode yang digunakan:

  1. Di sekolah anak-anak SI mendirikan dan menguruskan sendiri pelbagai-bagai vereeniging, yang berguna buat lahir dan batin (kekuatan badan dan otak). Dalam urusan vereeniging-vereeniging tadi anak-anak itu sudah belajar membikin kerukunan dan tegasnya sudah mengerti dan merasa lezat pergaulan hidup.
  2. Di sekolah diceritakan nasibnya Kaum Melarat di Hindia dan dunia lain, dan juga sebab-sebab yang mendatangkan kemelaratan itu. Selainnya dari pada itu kita membangunkan hati belas kasihan pada kaum terhina itu, dan berhubung dengan hal ini, kita menunjukkan akan kewajiban kelak, kalau ia balik, ialah akan membela berjuta-juta kaum Proletar.
  3. Dalam vergadering SI dan Buruh, maka murid-murid yang sudah bisa mengerti, diajak menyaksikan dengan mata sendiri suaranya kaum Kromo, dan diajak mengeluarkan pikiran atau perasaan yang sepadan dengan usianya (umur), pendeknya diajak berpidato.
  4. Sehingga, kalau ia kelak menjadi besar, maka perhubungan pelajaran sekolah SI dengan ikhtiar hendak membela Rakyat tidak dalam buku atau kenang-kenangan saja, malah sudah menjadi watak dan kebiasannya masing-masing.

Singkatnya, Dalam praktek pendidikan di SI School, Tan Malaka mempraktekkan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia. Murid yang bersekolah di sana diberikan hak-hak hidup “sebenarnya”, yakni kebebasan memilih dan mengeluarkan ekspresi minat dan bakatnya berupa lingkungan pendidikan yang sosial. Tan Malaka menolak adanya praktik diktator dari guru yang melarang murid untuk mengikuti kegiatan keorganisasian. Cara ini dilakukan agar murid mampu mengembangkan potensi dan menemukan kepercayaan dirinya.

 

  1. 3.      Romo Mangun & SD Mangunan

Sekolah Dasar Mangunan didirikan pada 1994 untuk menerapkan ide-ide mendiang Romo Mangunwijaya. Sekolah ini menampung anak-anak jalanan, gelandangan, dan anak petani atau buruh. Mereka dididik dengan metode pendidikan modern yang lebih interaktif dan jauh dari indoktrinasi dengan mengadopsi muatan-muatan lokal.

SD Mangunan tidak banyak membebani murid-muridnya. Siswa hanya ditarik uang bulanan sebesar Rp 500 hingga Rp 1.000 tanpa ada biaya lain. Itu pun hanya sebagai bentuk partisipasi agar orang tua dan siswa merasa memiliki sekolah tersebut.

Pemikiran Pendidikan Romo Mangun menegaskan pendidikan harus mampu mengasah daya eksplorasi, kreativitas, dan nalar integral anak. Ketiga kata itu;

  1. kata pertama, eksploratif. Kira-kira maksudnya membuat peserta didik senang mencari dan meneliti. Kaum periferi secara ekonomi sulit untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, oleh karena itu sejak usia muda mereka sudah harus dilatih untuk selalu mengasah rasa ingin tahu supaya dengan modal pendidikan dasar yang mereka miliki, rasa ingin tahunya bisa menuntun membantu mereka untuk,
  2. kata kedua, kreatif. Latih mereka menjadi manusia-manusia yang pintar mencipta. Kemampuan berkreasi mereka akan sangat membantu nantinya begitu “bersentuhan” langsung dengan kehidupan. Karena dengan jiwa kreator, sesorang akan tidak-akan pernah kehabisan ide untuk mencipta. Bagi anak yang lemah secara ekonomi jiwa kreator akan menjadi “modal” buat masa depannya, sedangkan bagi anak yang berbakat dan mampu secara ekonomi, jiwa kreator ini dimanfaatkan untuk kemajuan diri dan masyarakat.
  3. Kata ketiga, integral. Yang berkembang bukan hanya kemampuan kognitif intelektualitas perserta didik, tapi juga tidak boleh lupa untuk mengembangkan bakat-bakat lain seperti seni, olahraga, bahasa, budi pekerti, moral, citarasa, religiusitas, kesosialan, politik, dll.

(Batubara, 2003)

 

4. SMP Alternatif Qaryah Thayyibah

Sekolah Laernaif ini merupakan komunitas belajar yang awalnya didirikan oleh Serikat Petani Qaryah Thayyibah (SPQT) di Kalibening, Salatiga. Awalnya sekolah ini menjadi tempat belajar bagi anak petani di desa itu yang kekurangn biaya untuk sekolah. Metode yang digunakan sekolah alternatif ini bisa dibilang menakjubkan.

Hasil penelitian Susanto (2008) ini menunjukkan bahwa penerapan metode dialogis versi Paulo Freire dalam pembelajaran SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah terbagi menjadi 6 bagian, antara lain

(1) Perencanaan pembelajaran atau kurikulum yang digunakan SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah tidak berbeda dengan SLTP lain, karena sama-sama menggunakan kurikulum nasional (paket B). Kurikulum Paket B di SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah hanya dijadikan referensi dengan menekankannya pada model pendidikan alternatif yaitu: penekanan pemilihan persoalan yang bebas, penentuan kegiatan pembelajaran bersama, pemberian ijin kepada setiap individu menentukan pusat perhatian sendiri dalam belajar, dan setiap siswa memiliki kebebasan dalam menentukan sifat maupun isi apa yang dipelajarinya sendiri. Disini siswa mencari arti pengetahuan lewat dialog dengan fasilitator maupun dengan kawan-kawannya.

(2) Penentuan materi pembelajaran SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah dilakukan bersama-sama antara guru dan siswa diawal semester melalui dialog yang menjadi salah satu unsur yang sangat fundamental dalam pendidikan, sedangkan pokok bahasannya ditentukan sendiri oleh setiap siswa.

(3) Metode pembelajaran SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah menerapkan metode pendidikan hadap masalah, kegiatan pembelajaran selalu dimulai dengan dialog mengemukakan persoalan kepada siswa. Siswa dihadapkan langsung oleh guru pada masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitar, sehingga siswa harus memberikan solusi dari masalah tersebut. (4) Kegiatan evaluasi pembelajaran di SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah bersumber pada diri siswa sendiri. Evaluasi murni dilihat dari hasil karya siswa, sedangkan sistem raportnya dibuat sendiri oleh siswa yang berisi pernyataan siswa tentang apa yang sudah dipelajari selama satu semester dan hasil karya yang dihasilkan selama satu semester. Hasil karya dan pernyataan siswa tersebut kemudian didiskusikan didepan guru dan teman-teman sekelasnya. (5) Interaksi antara guru dengan siswa di SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah berjalan dengan sangat harmonis. Semua guru di sekolah ini menempatkan dirinya sebagai sahabat, teman diskusi sekaligus fasilitator bagi siswa, sedangkan siswa menempatkan diri sebagai subyek yang harus aktif dalam proses pembelajarannya.

(6) Interaksi antara SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah dengan orang tua siswa dan masyarakat sekitar terjalin dalam suasana persahabatan. SLTP ini menggunakan kaidah lokalitas, dimana guru, siswa dan pengelola sekolah paham, mengetahui serta menyatu dengan persoalan sosial dimana pendidikan ini berada.

 

Kesimpulan

  1. Pendidikan yang membebaskan adalah pembebasan dari belenggu kemiskinan,  penindasan, dan kebodohan sehingga manusia menjadi manusia yang seutuhnya bebas merdeka merdeka dalam berpikir, bersuara, dan bertindak pendidikan adalah upaya pengenalan diri mengenal potensi diri, jalan hidup, dan tujuan hidup untuk melayani dan mengabdikan diri bagi kehidupan supaya kehadirannya di dunia ini mempunyai makna bagi transformasi masyarakatnya.
  2. Memahami pendidikan yang membebaskan harus dengan memahami realitas penindasan struktural yang terjadi melalui belenggu sistem pendidikan yang tidak adil.
  3. Pendidikan memiliki beberapa paradigma, paradigma konservatif dan liberal cenderung membelenggu dan mempertahankan proses penindasan yang terjadi, maka pendidikan secara kritis yang melihat hubungan struktural yang menyebabkan permasalahn sosial menjadi landasan pendidikan yang membebaskan.
  4. Semangat pendidikan yang membebaskan telah sejak lama hadir di negeri ini melalui para tokoh-tokoh pemikir bangsa yang berjuang memerdekakan bangsa Indonesia melalui pendidikan.
  5. Pendidikan yang membebaskan tentunya dalam penerapannya di negeri ini, berangkat dan menyesuaikan dengan nilai-nilai negeri ini.

Daftar Pustaka

Susanto, Arif. (2008). Penerapan metode dialogis versi Paulo Freire dalam pembelajaran (Studi kasus pada SLTP alternatif Qaryah Thayyibah Desa Kalibening Kotamadya Salatiga Jawa Tengah). Malang: Digilib UNM. Sumber: http://library.um.ac.id/free-contents/index.php/pub/detail/penerapan-metode-dialogis-versi-paulo-freire-dalam-pembelajaran-studi-kasus-pada-sltp-alternatif-qaryah-thayyibah-desa-kalibening-kotamadya-salatiga-jawa-tengah-arif-susanto-35480.html

Batubara, Bosman. (2003). PENDIDIKAN KITA: Sebuah Diagnosa Terhadap Romo Mangun, dan Romo Mangun Sebagai Sebuah Diagnosa Terhadap “busuk-busuk” Pendidikan Nusantara. LSM Insan: bahan diskusi. Sumber: http://pmiisleman.or.id/pendidikan-kita-sebuah-diagnosa-terhadap-romo-mangun-dan-romo-mangun-sebagai-sebuah-diagnosa-terhadap-%E2%80%9Cbusuk-busuk%E2%80%9D-pendidikan-nusantara/#_edn13

Malaka, Ibrahim Sutan. (1921). SI Semarang dan Onderwijs. Marxist.org. Sumber: http://marxists.org/indonesia/archive/malaka/1921-SISemarang.htm

Sujatmoko, Ivan. (2011). Sejarah Taman Siswa. Sumber: http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/05/sejarah-taman-siswa.html

Berita: Liputan6. (2005). SD Mangunan, Sekolah Rakyat Miskin. Sumber: http://news.liputan6.com/read/105799/sd-mangunan-sekolah-rakyat-miskin

Sulaiman, Syuaib. (2010). Paradigma Pendidikan dalam Persepektif Pendidikan Islam. Polewali Mandar: Data Studi. Sumber: http://datastudi.wordpress.com/2010/12/07/paradigma-pendidikan-dalam-perspektif-pendidikan-islam/

Najip, Ahmad. (2003). Nilai Pedagogis Paulo Freire Dan Masa Depan Pendidikan. Sumber: http://digoel.wordpress.com/2008/01/03/nilai-pedagogis-paulo-freire-dan-masa-depan-pendidikan/

Fakih, Mansour., dkk., (2001) Pendidikan Popular: Membangun Kesadaran Kritis.  ReaD Books: Yogyakarta

Pasang Surut Perjalanan Sejarah Gerakan Mahasiswa di Indonesia

Mahasiswa tercipta sebagai kelas terdidik dalam masyarakat. Dengan potensi dan kelebihan intelektual yang dimiliki mahasiswa serta kesadaran tanggung jawab sosial yang dimilikinya mahasiswa memiliki peran yang strategis. Sejarah mencatat munculnya gerakan mahasiswa, suatu gerakan dari para kaum muda, khususnya mahasiswa yang memiliki idealisme sebagai mahasiswa, idealisme yang terbangun atas dasar intelektualitas dan kepedulian terhadap masyarakat, yang membuat mereka bergerak memberikan yang terbaik bagi masyarakat.

 

Dalam sejarah gerakan mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor yang terus eksis dalam setiap perubahan yang terjadi di negeri ini. Perjuangan gerakan mahasiswa selalu berpihak kepada kepentingan rakyat yang sering terdistorsi oleh kebijakan penguasa. Gerakan mahasiswa juga terbukti mampu memunculkan para calon-calon pemimpin bangsa yang terlahir berkat perjuangan dan kontribusinya pada bangsa lewat gerakan mahasiswa. Jejak langkah emas gerakan mahasiswa dapat kita temui dalam berbagai era sejarah yang mewarnai negeri ini, kehadiran gerakan mahasiswa dalam sejarah tak pernah lepas dari upayanya memajukan rakyat dan melawan penindasan yang ada.

Kemunculan gerakan mahasiswa dalam perjuangan melawan kolonialisme

Jejak langkah emas perjalanan gerakan mahasiswa di Indonesia mulai muncul pada perjuangan melawan kolonialisme. Kemunculan kaum terdidik ini tidak dapat dilepaskan dari kebijakan politik etis yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda. Dibukanya kesempatan kaum pribumi untuk mendapatkan pendidikan melahirkan golongan kaum terpelajar hasil didikan Belanda yang justru tergerak akan kondisi bangsanya yang tertindas dan bangkit tergerak untuk membebaskan bangsanya dari belenggu ketertindasan. Pada tahun 1908 para mahasiswa STOVIA yang tergerak akan sikap kritisnya atas kondisi bangsa mencatat sejarah dengan mendirikan Boedi Oetomo sebagai wadah perjuangan kebangsaan pertama di Indonesia yang terorganisir secara modern. Pada masa yang sama, para mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda yang dimotori Muhammad Hatta mendirikan Indische Vereeniging, yang pada awalnya merupakan perkumpulan diskusi dan bersifat nonpolitis yang kemudian berkembang menjadi lebih berorientasi politis dengan bermetamorfosis menjadi Indonesische Vereeniging hingga kemudian Perhimpunan Indonesia untuk dapat mempertegas identitas nasionalismenya sebagai bangsa Indonesia. Kehadiran Boedi Oetomo dan Perhimpunan Indonesia bagaikan memicu lahirnya berbagai gerakan kaum terpelajar dan pemuda di Indonesia. Salah satu buah dari bangkitnya generasi pemuda ini adalah munculnya Sumpah Pemuda oleh Kongres Pemuda II tahun 1928 yang menjadi lambang akan kesadaran berbangsa Indonesia pada pemuda.

Kehadiran Boedi Oetomo dan Perhimpunan Indonesia ini adalah tonggak bersejarah kebangkitan bangsa Indonesia dengan munculnya generasi pembaharu terpelajar dimana gerakan mahasiswa menjadi motornya untuk menggelorakan propaganda kemerdekaan dengan menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-haknya untuk merdeka kepada bangsa Indonesia yang telah lama tenggelam oleh kolonialisme Belanda.

Gerakan mahasiswa di Indonesia terus mewarnai dinamika pergerakan nasional untuk merebut kemerdekaan melawan penindasan kolonialisme. Puncaknya pada zaman pendudukan Jepang dimana perkumpulan dan organisasi termasuk gerakan mahasiswa dilarang, muncul gerakan-gerakan bawah tanah oleh para mahasiswa dan pemuda yang diam-diam tetap melakukan pergerakan untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Salah satu peran bersejarah gerakan bawah tanah ini adalah peristiwa Rengasdengklok, dimana gerakan bawah tanah yang dipimpin oleh Chairul Saleh dan Soekarni saat itu ‘menculik’ Bung Karno dan Bung Hatta untuk mendesak mereka agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Atas peran gerakan itulah akhirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia dapat terlaksana pada tanggal 17 Agustus 1945.

Gerakan mahasiswa sebagai ­student government mengawal Indonesia sebagai negara muda

Era pasca proklamasi kemerdekaan Indonesia sekaligus perjuangan mempertahankannya masa 1950-an bisa dibilang merupakan era keemasan dari gerakan mahasiswa di Indonesia. Tumbuhnya Indonesia sebagai negara muda yang menjanjikan serta berkembangnya demokrasi liberal saat itu turut mempengaruhi dinamika gerakan mahasiswa Indonesia. Pada masa ini lahir gerakan-gerakan mahasiswa yang nantinya akan mewarnai sejarah Indonesia sebagai bangsa merdeka. Kesadaran jamak mahasiswa untuk turut mewarnai dan berkontribusi pada dinamika politik bangsa ini adalah faktor yang menyebabkan gerakan mahasiswa pada masa ini sangat progresif.

Gerakan mahasiswa yang lahir pada masa ini memiliki diferensiasi ideologi satu sama lain karena pada masa itu gerakan mahasiswa biasanya memiliki kedekatan ideologis dan arah geraknya dengan partai-partai politik yang ada di Indonesia saat itu . Pada masa inilah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir dari rahim kalangan mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) yang saat itu menjadi partai, beserta dengan gerakan mahasiswa lain Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dari Partai Masyumi, Gerakan Mahasiswa Nasionalis Indonesia (GMNI) dari PNI, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI)  dari Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dari PSI, Consentrasi Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (CGMI) dari PKI.

Sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa bukannya tanpa rintangan. Perseturuan partai politik dalam pemilu turut mempengaruhi gerakan mahasiswa. Jika partai politik berebut kedudukan di negara, maka gerakan-gerakan mahasiswa ini juga memiliki persaingan di PPMI (Perserikatan Perhmpunan Mahasiswa Indonesia) sebagai aliansi diantara kelompok-kelompok mahasiswa. Munculnya PKI sebagai salah satu partai kuat pada pemilu 1955 turut mempengaruhi manuver CGMI di PPMI. Dominannya CGMI di PPMI cukup menimbulkan friksi antara gerakan-gerakan mahasiswa khususnya dengan HMI dan GMNI. Puncaknya pada tahun 1966 didirikan KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) yang merupakan kesepakatan dari berbagai gerakan mahasiswa (HMI, PMII, PMKRI, GMKI, SOMAL, Mapancas, IPMI)  dan militer saat itu tujuannya untuk melawan pengaruh CGMI dan komunisme pada umumnya.

Keberadaan KAMI dan gerakan mahasiswa lain di dalamnya sebagai angkatan mahasiswa ’66 memang berhasil melawan PKI dan membangun kepercayaan rakyat untuk melawan komunisme, selain itu turut juga menjadi kelompok penekan sehingga dapat mendorong turunnya rezim Soekarno. Namun banyak juga yang menganggap gerakan mahasiswa angkatan ’66 tidak sepenuhnya berpihak pada rakyat. Terlebih saat rezim orde baru didirikan banyak aktivis pemuda dan gerakan mahasiswa yang berada dalam lingkaran kekuasaan orde baru. Hal itulah yang banyak menimbulkan kekecewaan, salah satu tokoh mahasiswa yang menyadari kekeliruan ini adalah Soe Hok Gie.

Meskipun begitu gerakan mahasiswa pada era-era ini telah berhasil menanamkan dasar-dasar idealisme gerakan mahasiswa walaupun terdapat sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa. Peran gerakan mahasiswa sebagai student government memiliki posisi tawar yang tinggi terhadap pemerintah.

Orde baru dan upaya depolitisasi mahasiswa

Naiknya rezim orde baru dengan Soeharto sebagai presidennya turut mengubah dinamika gerakan mahasiswa, jika sebelumnya gerakan mahasiswa bergandengan dengan militer untuk melawan PKI, setelah Soeharto naik mahasiswa lebih banyak berkonfrontasi dengan militer. Hal itu sebagai kritik terhadap pemerintahan orde baru yang sejak awal dinilai melukai demokrasi dengan kecurangannya dalam pemilu, dan juga banyaknya korupsi di lingkaran kekuasaan. Berbagai bentuk peristiwa yang dimotori gerakan mahasiswa saat itu misalnya seruan Golput untuk memprotes kecurangan Golkar pada pemilu, berbaga protes terus dilanjutkan terhadap pemerintahan orde baru yang penuh kebobrokan, puncaknya pada peristiwa malari pada tahun 1974 yang memakan banyak korban.

Setelah peristiwa malari, orde baru seakan ingin membungkam gerakan mahasiswa yang dianggap menghambat stabilitas pembangunan nasional mereka. Singkatnya berbagai kebijakan orde baru pada perguruan tinggi dan mahasiswa diarahkan untuk melakuakan depolitasi terhadap gerakan mahasiswa dengan menempatkan mahasiswa agar menjadi anak manis yang kegiatannya hanya belajar dan menjauhi dunia politik. Puncaknya saat diberlakukan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK). Dengan kebijakan NKK/BKK ini pemerintah leluasa melakukan kontrol dan pengawasan ke kampus, mahasiswa yang melakukan manuver yang membahayakan pemerintah harus siap menghadapi tekanan ancaman bahkan hukuman dari pemerintah. Konsep NKK/BKK juga mematikan Dewan Mahasiswa yang saat itu merupakan representasi gerakan mahasiswa intra kampus, dan organisasi intra mahasiswa selanjutnya haruslah dapat dikontrol penuh oleh pihak kempus, yang pada intinya berupaya melumpuhkan hubungan dan komunikasi politik dengan elemen gerakan ekstra kampus yang independen dan relatif masih sulit dikontrol pemerintah. Keadaan kampus seperti tersebut menciptakan generasi mahasiswa yang apatis dan pragmatis, di sisi lain posisi rezim semakin kuat menjalankan pemerintahan dengan segala boroknya karena berhasil membungkam gerakan mahasiswa yang biasanya selalu kritis terhadap pemerintah. Praktis pada era akhir 70-an hingga 90-an gerakan mahasiswa hampir mati suri dan tidak memunculkan gerakan besar seperti biasanya.

Beruntung masih ada sebagian gerakan yang masih berusaha mempertahankan idealime mahasiswanya dan bertahan dari tekanan represif penguasa, gerakan-gerakan itu lazim disebut gerakan mahasiswa ekstra kampus, termasuk PMII, HMI, PMKRI, GMNI, GMKI, gerakan-gerakan tersebut yang pada era sebelumnya merupakan underbow dari partai politik mulai bergerak independen. Gerakan-gerakan ini mampu muncul sebagai alternatif dari gerakan intra kampus yang apolitis. Walaupun ruang geraknya semakin sulit, namun dalam masa-masa sulit bagi gerakan mahasiswa ini, gerakan-gerakan mahasiswa ekstra kampus tetap menggelorakan perlawanan terhadap kelaliman rezim, pelan tapi pasti gerakan mereka akan menunjukkan hasil.

Reformasi dan kebangkitan kembali gerakan mahasiswa

Memasuki era 90-an pemerintah mulai mengganti kebijakan NKK/BKK dengan PUOK (Pedoman Umum Organsasi Kemahasiswaan) yang intinya tidak jauh berbeda. Padahal kalangan mahasiswa sudah mulai jengah dengan keadaan yang ada. Maka pada tahun 1994 dibentuk Dewan Mahasiswa di UGM oleh mahasiswa untuk berupaya menciptakan organisasi intra kemahasiswaaan yang lebih independen dalam menyuarakan aspirasi, model-model ini lalu diterapkan oleh berbagai perguruan tinggi lain. Keberanian mahasiswa untuk melawan kerepresifan pemerintah itu disusul dengan berbagai gerakan menuntut kebebasan bependapat dan demokrasi yang dimulai dan dimotori dari kampus.

Perjuangan mahasiswa mendapat momentum saat tahun 1998 Indonesia terpuruk dalam krisis ekonomi yang berkembang menjadi krisis multidimensional yang tidak mampu diatasi oleh rezim orde baru. Keadaan ini direspon oleh kalangan mahasiswa dengan perlawanan masif yang mereka tujukan kepada rezim yang dinilai gagal dan bertanggungjawab terhadap krisis bangsa. Era ini adalah momentum kebangkitan gerakan mahasiswa dimana dengan cepat kultur umum mahasiswa dari yang sebelumnya apatis, apolitis, dan hedonis berubah menjadi kritis terhadap pemerintah. Di saat itu hampr di semua kampus di semua kota muncul perlawanan-perlawanan terhadap rezim. Pemerintah pun tidak kalah represif untuk mempertahankan posisinya, puncaknya adalah pada peristiwa ditembaknya 4 mahasiswa Trisakti pada 12 Mei 1998 yang memicu kemarahan dan aksi mahasiswa yang lebih besar lagi. Dipandu oleh tokoh-tokoh seperti Gus Dur, Amin Rais, dan tokoh lain, gerakan mahasiswa PMII, HMI, GMNI, PMKRI, GMKI dan kelompok mahasiswa serta elemen rakyat lainnya menuntut reformasi dan turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Hingga akhirnya Soeharto mundur pada tanggal 18 Mei 1998 mengakhiri kekuasaan orde baru selama tiga dekade.

Gerakan mahasiswa setelah reformasi, kini, dan tantangan kedepannya

Setelah tumbangnya orde baru gerakan mahasiswa tetap mengambil peran dalam peralihan demokrasi di negeri ini. Peralihan kekuasaan Habibie sebagai pengganti Soeharto, kemudian Gus Dur, Megawati hingga SBY saat ini tak pernah luput dari upaya  peran pengawasan dan kontrol gerakan mahasiswa. Keadaan tersebut tak lepas dari keadaan demokrasi yang semakin membaik setelah reformasi dan kebebasan berpendapat sehingga gerakan mahasiswa bisa dengan leluasa kembali menggelorakan idealismenya sebagai mahasiswa.

Namun sebenarnya gerakan mahasiswa kini juga menghadapi berbagai tantangan baru. Selepas reformasi magtitude gerakan dari mahasiswa ini boleh dibilang perlahan menurun. Keberhasilan reformasi menumbangkan rezim bukanlah puncak dari perjuangan, perjuangan sesungguhnya masih menunggu gerakan mahasiswa, reformasi yang berujung pada demokrasi masih perlu diperjuangkan lagi. Serta tentunya tujuan dari nilai pergerakan untuk menyejahterakan rakyat dengan demokrasi ekonomi yang sampai sekarang masih belum terwujud. Tantangan lain adalah polarisasi antar gerakan mahasiswa yang semakin nyata imbas dari tidak adanya musuh bersama, apalagi jika sampai politik praktis mulai memasuki gerakan mahasiswa, gerakan mahasiswa akan semakin terkotak-kotak. Kita juga tidak bisa mengabaikan keadaan mahasiswa sekarang yang mulai kembali  hanyut ke arah apatisme dan pragmatisme imbas dari gaya hidup dan globalisasi yang semakin nikmat membius idealisme mahasiswa.

Tentunya kita sebagai gerakan mahasiswa dan mahasiswa yang senantiasa bergulat dengan idealismenya tidak akan menyerah begitu saja pada zaman. Refleksi kita pada perjalanan gerakan mahasiswa sepanjang sejarah perjuangan bangsa ini menunjukkan jika gerakan mahasiswa akan selalu bergerak dan menyesuaikan geraknya sesuai konteks zaman. Kita jangan pula terjebak pada romantisme sejarah, gerakan mahasiswa akan mampu menelurkan kontribusi besarnya bukan karena nama besar dan sejarahnya sebagai gerakan mahasiswa, tapi itu akan didapat dengan penuh darah dan pengorbanan. Idealisme mahasiswa haruslah terus dikobarkan, meskipun sekat-sekat ideologis antar gerakan mahasiswa tetap ada, jangan sampai perjuangan mahasiswa dikotori oleh kepentingan politik praktis, nilai-nilai yang diperjuangkan mahasiswa untuk memajukan rakyat dan melawan penindasan haruslah menjadi common purpose dari gerakan-gerakan mahasiswa itu. Terakhir, marilah kita sebagai mahasiswa bangkit dan sadar akan tanggung jawab sosial kita sebagai mahasiswa, sejarah menunggu kita para mahasiswa untuk kembali memberikan goresan emas pada sejarah bangsa ini. masa depan negeri ini ada di tangan kita para mahasiswa.

Misteri Hantu di Kampus UGM

Siapa yang tidak tahu UGM? Salah satu universitas ternama di Indonesia, hanya sekian orang yang beruntung dapat kuliah di sana (alhamdulillah termasuk saya hehe :D)

Dibalik hiruk pikuknya mahasiswa yang menuntut ilmu di sini, ada banyak cerita mistis yang beredar. Boleh percaya boleh tidak, kenyatanya saya belum menemukan bukti otentik dari cerita2 yang beredar itu. Yang jelas saya sendiri orang yang selalu positive thinking dan  sama sekali belum pernah dan tidak akan pernah mau mengalami hal mistis di kampus UGM. Tapi untuk refreshing dan menambah wawasan bolehlah kita bahas beberapa kisah-kisah hantu di UGM. Wilayah UGM sendiri dulunya (dan sampai sekarang) adalah tanah milik kraton. Katanya dulunya sih tempat itu hutan2 terbukti dari banyaknya pohon gede dan tua di sana. Seperti di deket fak. kehutanan (emang kayak hutan di sana :D) dan di utara rektorat. Satu tempat lagi yang angker adalah Masjid Kampus UGM! Bagi yang belum tahu dulunya sebelum dibangun masjid, tanah MASKAM itu adalah bukit kuburan cina, menyeramkan bukan. Tapi mungkin karena banyaknya aktivitas agama di tempat itu, aroma mistisnya tidak terasa lagi, Hantu koko cina mungkin juga takut kali dibacain Al-Qur’an hehe.

Untuk memuaskan penasaran anda saya sudah kumpulkan bebrapa kisah dan cerita hantu di seputar UGM. Silahkan menikmati 😀 hati-hati awasi yang ada di belakang anda!!

Hantu jembatan fakultas pertanian

Ada yang cerita soal jembatan penghubung antara Fakultas Kedokteran Hewan gedung lama sama Fakultas Pertanian, katanya sih di situ sering ada penampakan sosok hantu mbak-mbak kalau malem. biasanya yang lihat tu yang jalan menuju jalan kaliurang (jadi melintang lewat bawah tu jembatan). Tapi sering tidak keliatan mungkin karena daerahnya selalu ramai motor plus mobil karena jalan2 di kampus UGM juga jalan umum, bahkan kadang jadi akses utama masuk kampus, jadi mbak-mbaknya jarang menampakkan diri.

Hantu Kepala melayang dan kuntilanak di Geografi

Penampakan ini dialami oleh Bayu mantan warga Jamaah Musholla Geografi (JMG) yang saat kuliah sering menginap di kampus di malam hari dia sering melihat penampakan kuntilanak dan kepala perempuan melayang di sekitar kampus fakultas geografi. Tapi di daerah sekitar situ, perempatan jalan kaliurang deket magister manajemen, hutan kampus, dan selokan mataram memang dilaporkan sering terlihat penampakan sesosok putih seperti kuntilanak yang melayang di udara.

Hantu Mbak Yayuk ”mahasiswi abadi” fakultas ekonomi

Menurut cerita hantu yang disebut Mbak Yayuk ini pernah ketangkep di CCTV malem-malem. Katanya Mbak Yayuk ini sebenarnya “mahasiswa abadi”, mungkin dia lagi mau ngurus skripsi. karena menurut cerita, dia dulu ditolak skripsinya terus bunuh diri, main lompat begitu saja. sekarang ini hantunya masih eksis, cuma dia pindah ke gedung M.Si nya. Masih di kompleks FE juga sih, cuma untuk post-graduate nya. mungkin dia udah lulus sekarang dan melanjutkan studi. 😀 tapi usut punya usut Mbak Yayuk ini sekarang lebih sering menghantui wilayah FIB. Why??

Hantu Pocong di Fisipol

Penampakan hantu pocong ini kabarnya sempat diabadikan dalam video oleh beberapa mahasiswa fisipol yang sedang mengadakan acara di kampusnya pada malam hari. Ceritanya ada beberapa mahasiswa fisipol yang sedang mengadakan acara di kampus fisipol (dekat GSP) pada malam hari, mereka mencoba iseng-iseng mengabadikan kondisi kampusnya pada malam hari, sebenarnya saat diambil gambarnya tidak muncul hal aneh, tapi saat hasilnya dilihat, di depan fakultas fisipol kamera menangkap ada 2 bayangan misterius berwarna putih dan satunya hitam yang diyakini sebagai pocong di dalam ruangan yang terlihat pada jendela ruang tersebut, untuk mencari buktinya coba cari di beberapa mahasiswa AN masih ada atau tidak videonya.

Hantu di Swaragama

Ada juga cerita dari gedung-gedung tua di selatan, depan kopma, perpustakaan unit dua juga di sana, terdiri dari tiga lantai. lantai pertama digunakan untuk data, administrasi, mushola, dan cybernet. lantai kedua murni untuk buku-buku perpustakaan. nah lantai tiga officially hanya untuk operasional radio universitas; Swaragama.
Menurut kabar dari penyiar-penyiar lama; saat mereka bekerja sendiri atau sedang piket malam, kadang-kadang mendengar atau merasakan aktifitas lain di lantai tiga. jadi seolah-olah lantai itu juga ada yang menggunakan untuk keperluan akademik atau perpustakaan. padahal kalau malam kan tidak ada pelayanan semacam itu untuk mahasiswa, karena perpustakaan akan ditutup pada jam 4 sore.

Ini ada cerita dari kaskuser yang juga mantan penyiar swaragama

” Konfirmasi Kaskuser yang juga Crew Swaragama: “Gan…kebetulan saya adalah crew Radio Swaragama yang pernah ber kantor di lantai 3 gedung UPT unit 2, memang kalo agan2 naik dr lantai 2 ke lantai 3 rasanya agak “beda”, apalagi selepas jam 8 malam (UPT tutup jam 8 malam), disitu yg paling “rame” gan! sering terdengar suara kursi diseret dan “aktifitas2″ yang lain terutama di ruang baca! Serem deh gan…para penyiar otomatis melewati daerah itu, karena studio ada di lantai 4 dan operasional siaran 24 jam! silahkan kapan2 agan uji nyali di tempat itu…dijamin ngacir gan!! hehehe…tapi untungnya sekarang dah pindah kantornya…
NB : Pernah temen saya foto di tangga menuju lt.3, hasilnya gan…ada mbak kunti ikutan foto di belakang temen saya!! sayang…fotonya udah dihapus karena menyeramkan”

Hantu gedung MIPA selatan

Lagi-lagi cerita dari kaskuser UGM di tempat yang tidak jauh dari lokasi cerita sebelumnya, ada kisah dari seorang mahasiswa, kejadiannya pas siang-siang di WC milan (mipa selatan) yang arsitekturnya terlihat seram seperti wc jaman belanda (karena memang gedung lama), maret 2009 pas uts mahasiswa itu kebelet dan memutuskan untuk ke wc. Pas di wc biasa-biasa saja, lantas ada bunyi keran terbuka dan suara orang mandi di bilik sebelahnya, setelah selesai ’urusannya’ mahasiswa itu menengok ke bilik sebelahnya, ternyata kosong tapi keran di wc itu terbuka semua dan dia hanya sendirian di wc itu.  Ketakutan langsung lari mahasiswa itu nglanjutin uts.

Hantu Bapak Tua di Balairung UGM

Cerita dari Chuwmie di blognya. Cerita bermula pada malam hari jam 10an 2 anak cowok dari geofisika ugm ngenet di rektorat buat ngerjain tugas. Waktu sedang ngerjain tugas, tiba-tiba datang seorang bapak tua yang langsung duduk bersama mereka.

Ketika salah satu dari 2 anak itu akan mengambil polpen yang jatuh di lantai ia kaget kok kakinya hanya 2 pasang padahal di situ ada 3 orang, terus dia liat kaki bapak itu ternyata ngambang. ASTAGHFIRULLAH katanay dalam hati plus takut . dia akhirnya mutusin pulang sambil pura-pura baca HP disuruh pulang karena sudah malam, dan temannya ditinggal bersama bapak itu.

Merasa tidak enak dengan temannya yang ditinggal bersama bapak itu. Ia lalu sms ke temannya yang ditinggal supaya melakukan hal yang sama seperti dia dengan menjatuhkan pulpen dan melihat ke bawah. Anak itu langsung kaget saat tahu kaki bapak itu ngambang. Mencoba tenang dan tetap terlihat sopan di depan bapak itu, anak itu pamit kepada bapak, di bilang, ”udah malam pak saya permisi dulu”.

Terus bapaknya bilang gini, ” UDAH MALAM apa masnya UDAH TAHU..”

Anak itu langsung kabur tanpa melihat ke belakang saking takutnya. sampai belum dapat diketahui asal usul dari bapak tua tersebut. Mungkin mantan pegawai gedung rektorat atau apa, saya tidak mau berspekulasi, ntar diprotes bapaknya lagi.

Hantu Mayat Bahan Praktek di Kedokteran

Di fakultas kedokteran umum saat mau ujian praktek, mahasiswa-mahasiswa pada belajar di kampus kebetulan pas bagian ujian anatomi tubuh manusia.

Saat mereka sedang belajar, tiba-tiba datang bapak-bapak berusia sekitar 30an

Kemudian terjadi perbincangan antara anak2 dan bapak itu

Bapak2 : lagi pada belajar buat ujian praktek besok ya?? (kok tau ya?)
anak2 : iya ni pak (jawabnya sambil acuh,soalnya lagi pada serius belajar)
bapak2 : mau saya kasih tau nggak soalnya yang keluar apa??
anak2 : bapak bercanda aja nih
bapak2 : saya serius,soalnya saya yang ngetik soal ujiannya, kalo nggak percaya nggakpapa,tapi lumayan kan buat baca2
1 dari anak2 : yaudah sini deh nggakpapa pak,buat belajar2

Akhirnya dikasih tuh sama bapak-bapaknya, terus langsung pergi aja bapak2nya tanpa pamit. Nah…pas besoknya, beneran tuh!soal yang dikasih bapak2 itu 100% sama persis sama soal ujian prakteknya.anak2 langsung kesenengan aja tuh.
eh tapi tiba-tiba, pas ujian praktek langsungnya. Mayat yang jadi bahan prakteknya itu si bapak2 yang kemaren ngasih soal2 praktek itu . sontak,anak-anak pada ketakutan!yang anak-anak ceweknya ada yang nangis2.

Mungkin ini hanya sebagian kecil cerita rakyat mahasiswa UGM. Mungkin bila temen-temen punya cerita atau pernah mengalami hal-hal mistis, marilah kita berbagi haha 😀

Sumber-sumber:

http://www.kaskus.us/showthread.php?t=909021&page=272

chuwmie.blogspot.com/2009/…/cerita-hantu-di-balairung-ugm.html

HYMNE UGM

Ciptaan: Suthasoma

Bakti kami mahasiswa Gadjah Mada semua
Kuberjanji memenuhi panggilan bangsaku
Di dalam Pancasilamu jiwa seluruh nusaku
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Indonesia


Bagi kami almamater kuberjanji setia
Kupenuhi dharma bakti untuk ibu pertiwi
Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku
Kujunjung kebudayaanmu kejayaan nusantara

Kontribusi Mahasiswa Untuk Masyarakat

Mahasiswa merupakan tingkatan tertinggi dari sebuah usaha seseorang  untuk menuntut ilmu secara formal, setelah sebelumnya mengecap pendidikan di SD, SMP, dan SMA. Walaupun tentunya suatu upaya untuk menuntut ilmu akan terus berjalan sepanjang hayat. Untuk mencapai tingkatan tersebut tidak semua orang bisa mencapainya, butuh kemampuan lebih baik dalam hal intelektual maupun finansial. Untuk dapat menjadi mahasiswa di universitas harus melalui serangkaian ujian seleksi yang sangat sulit dan menyingkirkan puluhan ribu saingan lainnya, tidak cukup sampai di situ agar dapat masuk menjadi mahasiswa di sebuah kampus harus bersiap dengan biaya yang tidak sedikit, yang harus ditanggung oleh orangtua atau malah mahasiswa itu bekerjakeras sendiri untuk membiayai kuliahnya.

Sebagai mahasiswa selain memiliki kelebihan intelektulalitasnya, kita juga mendapat kesempatan untuk mendalami ilmu yang tidak semua orang bisa mendapatkannya, mahasiswa juga punya kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih luas lagi yang didapatkan dari  kesempatan yang dimilikinya untuk menjangkau pustaka-pustaka yang ada di kampus maupun dengan kesempatannya yang lebih mudah bertemu dengan tokoh-tokoh dalam kampus dan masyarakat. Dinamika kampus juga mampu memberi hal positif  karena kampus terdiri dari mahasiswa yang beragam asalnya, latar belakangnya, agama, pandangan politiknya, kondisi finansialnya dll., sehingga mahasiswa akan dapat lebih menghormati akan keragaman yang ada dalam masyarakat nantinya.

Namun mahasiswa sering terjebak dalam kondisi dimana statusnya dalam kampus hanya diartikan sempit dengan berkutat pada dunia kampus saja. Mahasiswa seperti itu menganggap bahwa tugasnya adalah sekedar belajar di kampus untuk pada akhirnya mencapai nilai IPK yang tinggi. Kalau memang begitu tentu akan sangat sia-sia kelebihan yang dimiliki mahasiswa hanya ditujukan untuk mendapat nilai IPK yang tinggi saja.

Memang tidak salah sebagai mahasiswa kita memiliki beban untuk belajar dengan sungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapat nilai yang baik sebagai tanggung jawab kita terhadap orangtua yang telah membiayai kita dan sebagai syarat untuk meniti karir nantinya setelah lulus. Tetapi tanggung jawab mahaiswa tidak hanya itu saja, menjadi mahasiswa tidak lantas terlepas dari dunia di luar kampus. Mahasiswa masih memiliki banyak tanggung jawab lain yang harus dipenuhi. Mahasiswa punya tanggung jawab untuk berkontribusi kepada masyarakat, dimana mahasiswa harus memiliki kepekaan untuk berkontribusi terhadap permasalahan yang terjadi di luar dirinya maupun kegiatan kampus. Baik itu masyarakat umum di lingkungan kampus maupun masyarakat di mana dia tinggal atau malah masyarakat yang lebih luas lagi. Terlebih kita yang ada di universitas negeri, dimana kampus kita dibangun dengan uang masyarakat kecil kita harus lebih memiliki tanggung jawab kepada masyarakat. Untuk itu sebagai mahasiswa diharapkan punya andil dan kontribusi nyata terhadap masyarakat.

Lalu kontribusi seperti apa yang dapat dilakukan mahasiswa untuk masyarakat? Ada banyak kontribusi yang dapat dilakukan mahasiswa untuk masyarakat, tapi tidak dapat dipungkiri bahwa kontribusi terpenting yang harus dilakukan mahasiswa adalah belajar dan mengasah kemampuannya sebaik mingkin dalam bidang masing-masing sehingga nantinya bisa mengimplementasikan ilmunya dalam masyarakat dan memberi manfaat bagi orang banyak dan dirinya sendiri. Sebagai contoh, kita yang ada di fakultas psikologi, disiplin ilmu kita setelah lulus nanti bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan softskill masyarakat, meningkatkan moral, SDM dan pendidikan masyarakat dsb. Dibawah yang terpenting itu, seorang mahasiswa dapat berkontribusi dengan kemampuan intelektualnya untuk bisa memberi perubahan kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik. Ini dapat dilakukan ketika masih menjadi mahasiswa. Selain itu mahasiswa juga dapat berkontribusi sebagai alat kontrol sosial, dimana mahasiswa memiliki keleluasaan untuk memberi kendali dan kritik terhadap pemerintah maupun masyarakat di saat terjadi pelanggaran dan ketidakadilan yang merugikan masyarakat.

Seperti yang dijelaskan di atas tadi sebaagai mahasiswa kita tidak hanya belajar saja, tetapi juga harus bisa memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat, tetapi juga tidak melupakan tugasnya sebagai mahasiswa. Jadi pada intinya harus tercipta keseimbangan antara akademik dan sosial pada mahasiswa, sehingga nantinya mampu menghadapi kehidupan masyarakat yang sesungguhnya serta berkontribusi penuh di dalamnya.